Selasa, 22 Juni 2010

Sudah banyakkah tabunganmu..?


Pertanyaan menggelitik itu datang dari seorang teman yang baru saja kukenal dua bulan ini. Sejenak aku tersentak dan balik bertanya “kenapa? Apa aku kelihatan seperti orang kaya?” jawabku seadanya. “ tidak hanya itu, kakak kan punya pekerjaan bagus, kan bisa dimainkan” jawabnya lagi. Kali ini aku baru tertawa dan mulai mengerti kemana arahnya. “ iya sich, dan sangat banyak kesempatan dan peluang untuk itu, tapi nggak pernah terlintas tuh” jawabku pasti. Dan dia menatap heran kepadaku. “kan nggak harus dengan cara yang kasar, kak?” dia masih melanjutkan. Dan kembali dengan tegas aku kembali menegaskan. “tak kan.!”

Kalau dipikir, temanku itu benar. Di kantor aku punya peran kunci yang berperan aktif terhadap jalannya perusahaan. Aku memegang keuangan sekaligus menghandle setiap order yang masuk ke perusahaan. Memang setiap karyawan diberi kebebasan untuk mencari order sendiri dan akan diberi fee dari order tersebut, tentu saja dengan catatan ia mendapatkannya sendiri diluar jam kerja. Sementara aku adalah orang berhadapan langsung dengan semua client dan negosiasi harga dengan mereka. Kalau aku mau, aku bisa mengakui mereka sebagai client pribadiku, dan memasukkannya ke dalam order pribadiku. Dan bisa dibayangkan berapa banyak fee setiap bulan yang kudapatkan, bahkan bisa melebihi gajiku. Belum lagi semua transaksi keuangan ada di tanganku. Adalah hal wajar, bagi sebagian orang yang kebetulan punya pekerjaan dan posisi yang sama sepertiku, akan berpikiran kalau aku bisa memainkan perananku untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Tapi sepertinya aku patut bersyukur, aku memiliki hati yang jujur, atau lebih tepatnya seorang penakut. Dan untuk takut yang satu ini aku teramat sangat mensyukurinya. Aku selalu memberi batas yang jelas antara yang benar dan tidak benar. Tak jarang aku sering melakukan pekerjaan kantor diluar jam kerjaku, bahkan ada sebagian client yang malah lebih senang langsung menghubungi lewat ponselku, meskipun diluar jam kerja untuk transaksi kerja. Tapi tetap saja aku memasukkannya ke dalam order kantor. Karena hati kecilku berkata. Mereka mengenalku pertama kali karena datang ke kantor, atau mengenal perusahaan kami lewat iklan yang kami muat di harian lokal, bukan dari usahaku sendiri mendatangi mereka atau bepromosi pada mereka. Apakah itu bisa disebut kebodohan, aku tidak tau. Yang terpikir hanyalah, aku tidak akan mengakui hak orang lain sebagai hakku. Dalam hal ini adalah hak kantorku. Dan adalah tugasku untuk bertanggungjawab terhadap kepuasan client, dan tetap memberikan pelayanan meskipun terkadang mereka menghubungiku diluar jam kerja, hanya beberapa menit, pikirku.

Dan aku menikmati pekerjaanku, tak ada pikiran lain untuk mencari kesempatan untuk menyenangkan setan yang melintas di otakku. Dengan seluruh transaksi keuangan perusahaan ini di tanganku, tak kan kukotori tanganku untuk mengambil yang bukan hakku. Dan kembali aku mengulang pertanyaan temanku untuk diriku sendiri. “Sudah banyakkah tabunganku?” dan aku hanya bisa menjawabnya dengan senyum dikulum...hm..:-)..semoga,,

Pku, 15/06/10
21.30

4 komentar:

  1. dah banyak ya,,,,,, ha,ha,ha

    BalasHapus
  2. he..he..he..banyak dunk..tp d buku kas orang..

    BalasHapus
  3. Hohoho...Saya pernah mengalami hal serupa dalam posisi Anda.
    Meskipun disekitar kita banyak orang yang tidak jujur (membenci orang jujur), pertahankan kejujuran Anda! Saya setuju dengan kata "bersyukur", sisanya serahkan pada yang Diatas.
    Salam persahabatan :)

    BalasHapus
  4. ^_^...tq Fian...senang udh berkunjung...

    BalasHapus